BuHarjono Ibu RT ku. Cerita Selingkuh - Usia Bu Harjono sebenarnya tidak muda lagi. Mungkin menjelang 50 tahun. Sebab suaminya, cerita skandal Pak Harjono yang menjabat Ketua RT di kampungku cerita dewasa, sebentar lagi memasuki masa pensiun. Aku mengetahui itu karena hubunganku dengan keluarga Pak Harjono cukup dekat.
Cerita Pengen - Geisha Poker - Hot - Sedarah - Selingkuh - Perkenalkan nama ku Aan nama samaran usia ku saat ini 17 tahun dengan tinggi tubuh dan berat badan yang bisa di bilang agak gemuk, kalau wajah ku sih lumayanlah tidak ganteng tidak juga jelek. Hehehe. Saat ini aku baru di kelas 2 SMA, aku tinggal dengan kedua orang tua ku di kota besar tepatnya di kota J. Aku terlahir dari keluarga yang cukup berada, Ayah ku bernama Rudi, dia seorang kontraktor besar yang sering mendapat proyek-proyek besar di indonesia usianya 45 tahun. Ibu ku bernama Mila, dia seorang PNS di dinas kesehatan, usia ibu ku saat ini 39 tahun dengan tinggi tubuh yang ideal dengan berat ku masih terlihat cantik dan seksi dengan ukuran payudara 36C dan pantat yang masih kelihatan kencang membuat penampilan ibu ku semakin hot. Aku sendiri yang anaknya bila berdekatan dengan ibu ku jika sedang mengenakan pakaian dinas yang ketat yang menonjolkan payudaranya membuat kontol ku jadi menegang. Ingin rasanya meremasnya. Walaupun penampilan ibu ku terlihat cukup menggoda untuk aku setubuhi tapi aku tidak berani macam-macam dengannya karena ibu ku terlihat sangat berwibawa kalau pakai pakaian dinas, tapi sebaliknya kalau di rumah. Namun ada suatu kejadian yang sangat membuat diri ku kaget dan syok karena kedua mata ku melihat ibu ku di setubuhi oleh pak Ari di garasi samping rumah itu hari senin, aku bangun agak pagi sekitar pukul karena perut ku merasa lapar. Begitu bangun aku langsung berjalan turun ke lantai satu dan menuju dapur. Di dapur, aku mendengar suara desah-desahan aneh, seketika itu juga aku langsung mencari sumber suara desahan itu dan ternyata berasal dari garasi samping rumah ku. Aku berjalan mengendap-endap untuk mengintip suara terdebut. Dan begitu melihatnya aku kaget setengah mati, aku melihat ibu ku sedang di setubuhi oleh pak Ari dengan posisi menungging bertumpuh pada mobil. Aku benar-benar tak percaya dengan kejadian yang baru saja aku lihat. Aku tak menyangka ibu ku yang berparas cantik dan seksi mau saja di setubuhi sama pak Ari yang sudah agak tua. Melihat aksi ibu ku sedang di entot pak Ari dengan ganasnya membuat kontol ku jadi tegak berdiri. Aku mengintip mereka hingga selesai dan aku pun langsung cepat-cepat kabur biar tak ketahuan kalau aku ngintip mereka. Sampai di kamar, aku pun ke kamar mandi dan mengeluarkan lendir-lendir ku yang sudah basah mengintip mereka tadi. Setelah itu aku pun bersiap untuk pergi ke sekolah. Aku pura-pura begok aja seperti hari-hari biasanya sebelum aku mengintip ibu ku selingkuh dengan pak Ari. Ibu ku kalau kerja biasanya juga selalu di antar jemput oleh pak Ari menggunakan mobil pribadinya sendiri. Sedangkan aku juga sudah punya mobil sendiri pemberian dari ayah ku. Pak Ari adalah sopir keluarga kami usianya sekitar 65 tahun dengan kulit hitam dan berotot, rumah ku sendiri terletak di perumahan yang elit, berlantai 2 dengan kolam renang di belakang rumah. Aku pun bersekolah seperti biasanya dengan mobil pribadi ku sendiri, ketika berjalan keluar dari parkiran sekolah menuju, kelas salah satu teman ku menyapa ku.. Edo ”Hy An, nanti pulang sekolah kita jeng-jeng yuk”Aku ”Mau jeng-jeng kemana kita?”Edo ”Ada cafe baru An, tempatnya remang-remang gitu deh”Aku ”Boleh juga tuh”Edo ”Jaelah giliran ngomong remang-remang aja langsung semangat kamu”Aku ”Hahahha…tau aja kamu” Di kelas aku terus saja memikirkan kejadian hari minggu kemarin saat ibu ku dientot sama pak Ari dengan ganasnya, aku terbayang keindahan tubuh ibu ku saat dientot oleh pak Ari apalagi terlihat payudaranya yang besar. Aku jadi kepengen juga menyetubuhi ibu ku yang ternyata binal itu. Hahahhaa…Jam pelajaran akhirnya selesai juga. Aku langsung menuju parkiran sekolahan dan masuk ke dalam mobil sambil menunggu Edo. Begitu Edo datang kita pun langsung berangkat pergi ke cafe baru yang katanya remang-remang itu. Sesampainya di cafe kita berdua lantas masuk, ruangannya memang agak gelap seperti diskotik tapi lumayan rame juga. Aku melihat kiri-kanan ku banyak pasangan yang berbuat mesum tapi cuma saling raba dan ciuman. Edo menarik paksa tangan ku untuk pergi ke lantai atas yang katanya lebih hot lagi. Di lantai atas kita mencari tempat duduk lalu memesan minuman dan makanan ringan sambil mencuci mata melihat adegan mesum pengunjung lainnya. Dan tiba-tiba Edo menepuk-nepuk bahu ku..Aku ”Apaan sih kamu, gak lihat ya aku lagi minum, bikin tumpah minuman ku aja”Edo ”Eh coba lihat deh An, bukannya itu ibu kamu yang lagi sama brondong itu”Aku ”Salah lihat kamu Do, jam segini ibu ku masih di kantor kali” ucap ku sambil terus makanEdo ”Coba deh kamu lihat dulu kalau kamu gak percaya” ucap Edo sambil mengarahkan kepala ku menuju objek yang di tuju, sontak saja aku kaget karena itu benar ibu ku yang masih menggunakan seragam PNS-nya duduk dengan seorang pemuda brondong.Aku Dalam hati aku pun kaget kembali, sial ibu ku selingkuh lagi dengan brondong, tadi pagi, aku baru lihat dia lagi di entot sama pak Ari di garasi rumah, dasar ibu binal tukang selingkuh Melihat muka ku yang terlihat emosi, Edo pun menenangkan ku. Edo ”Sabar An, aku ngerti banget gimna perasaan mu, tapi tahan dulu jangan kebawa emosi, jangan langsung kamu samperin kan belum ada buktinya dia beneran selingkuh atau tidak, mendingan kita rekam aja kelakuan ibu kamu pakai Hp-mu”Aku ”Bener juga ucapan kamu, aku akan balas perbuatan ibu ku yang binal itu”Edo ”Tapi kalau d ilihat-lihat ibumu boleh juga An…hahahaa…badannya seksi abis, jadi ngaceng nih kontol ku liat ibu kamu”Aku ”Dasar otak mesum tapi bener juga omongan mu Do…aku lihat-lihat iya juga ya…ibu ku memang seksi sekali…aku juga ikutan ngaceng nih…hahahaha…”Edo ”Mulai sekarang aku kalau ketemu ibu kamu pas selingkuh akan aku rekam terus aku kirim ke Hp kamu dan kita buat rekaman itu untuk ngerjain ibu kamu yang binal itu”Aku ”Ide bagus Do…aku juga gak tahan ingin menikmati tubuh ibu ku sendiri yang tukang selingkuh itu”Edo ”Kelihatannya ada yang ngaceng berat nih dengan ibunya sendri…hahahaaa…”Aku ”Aku berani taruhan, kamu pasti ngaceng juga kalau melihat ibu ku yang montok itu, kalau kamu gak ngaceng berarti kamu gak normal, aku yang anaknya aja ngaceng tiap hari."Setelah itu aku menyuruh Edo untuk merekam semua aksi perselingkuhan ibu ku, Edo mulai merekam saat ibu ku berciuman hot dengan brondong itu dan brondong itu pun mulai meremasi payudara ibu ku dari balik seragam PNS-nya. Kemudian brondong itu mengajak ibu ku masuk ke toilet yang cukup luas dan juga remang-remang itu, Edo terus merekam aksi ibu ku smentara aku mengikuti di belakang Edo. Mungkin karena tah tahan lagi, brondong itu pun memojokkan ibu ku dan menyibakkan roknya keatas dan langsung mengentot ibu ku dengan posisi berdiri bertumpuh pada sudah menunjukan jam 5 sore akhirnya aku dan Edo pulang dari cafe tersebut setelah berhasil mendapat video kenakalan ibu ku yang binal itu, sampainya di rumah aku langsung masuk kamar dan tidur. • PELAMPIASAN NAFSU SEKS OM KU Ketika aku bangun ternyata sudah jam 8 malam, karena perut ku lapar kembali, aku pun turun dari kamar ku berjalan menuju dapur. Di dapur aku tak menemukan ibu ku. Tapi aku mendengar samar-samar ada orang bicara, kemudian aku berjalan cukup pelan ke ruang tamu dan ternyata ibu ku sedang bersama pak Ari dan pak RT sedang berbicara serius. Aku mulai merekam ketiga orang itu yang ternyata pak Ari sedang meremasi payudara montok milik ibu ku yang saat itu cuma menggunakan daster pendek tanpa lengan pak RT yg melihat itu cuma bisa menggeleng-gelengkan RT ”Gila kamu Ri…kamu apaian bos kamu?” ”Udah pak RT jangan liat aja, ayo kita nikmati tubuh PNS yang binal ini” kata pak Ari merendahkan ibu ku sambil lidahnya mulai menciumi leher ibu kuIbu ku ”Aahhh… iya nih pak RT, pak Ari udah buat aku jadi binal begini”Pak RT ”Emang sudah kamu apain aja Riiii..kog bisa binal begini?” tanya pak RT sambil tangannya mulai meremasi payudara ibu ku ”Awalnya saya bisa ngentot bu Mila karena saya pernah memergoki dia lagi ngentot sama kepala dinas di mobilnya pak dan saya di suruh tutup mulut ke suami sama anaknya atas perselingkuhannya dengan kepala dinas, pak, maka dari itu saya juga minta jatah ngentot dengan bu Mila sebagai uang tutup mulut pak…hehehhe..” jawab pak Ari sambil melucuti pakaian ibu kuPak RT ”Ooooh jadi gitu ceritanya, makanya sekarang jadi binal begini” ucap pak RT mulai mencium mulut ibu kuIb uku ”Ssssthhh iya pak bener itu cerita pak Ari” desah ibu ku saat pak Ari mulai menjilati memeknya yang berbulu tipis dan rapih karena dirawat oleh ibu kuKini aku melihat pak RT sudah telanjang bulat dengan kontolnya yang pendek tapi gemuk itu berdiri di samping ibu ku, tangan pak RT terus saja meremasi payudara montoknya ibu. Sedangkan pak Ari masih menggunakan pakaian lengkap mengoral memek ibu dengan lidahnya sambil jongkok di bawah ibu yang tengah duduk di sofa. Aku yang melihat adegan panas mereka jadi horny sendiri, aku mulai mengocok kontol ku yang panjang dan besar sambil terus merekam aksi RT ”Ayo bu Mila hisap kontol ku ini” kata pak RT sambil memukul-mukulkan kontolnya ke muka ibu ”Ooohhh…iya paaakkk..ayo pak Ari sedot terus aku mau nyampeeeeek…aaaahhhh…” jerit ibu ku menikmati ”Sekarang gantian ya…kamu puaskan kita berdua dengan tubuh seksi kamu” ucap sambil melucuti pakaiannya hingga duduk di sofa ibu ku di apit dua pria yang berdiri di depannya dengan kontol yang sudah pada tegak berdiri, kini ibu ku mulai mengocok dan mengulum kontol mereka secara bergantian. ”Gimana pak RT? enak kan sepongan dari majikan ku yang binal ini?” tanya pada pak RT sambil tangannya meremasi payudara ibu RT ”Oooohhh yeesss…iya Riii…benar-benar enang sepongangnya…apalagi susunya yang montok ini bener-bener gemesin” jawab pak RT meremasi payudara ibu ku yang aku melihat mereka berdua ngentot ibu ku secara bergantian hingga akhirnya mereka berdua merasa puas. Setelah meraih kepuas pak RT dan pak Ari keluar mencari makan dan meninggalkan ibu ku yang masih terbaring lemas di sofa. Aku sendiri kemudian masuk kembali ke kamar ku dan berpura-pura tidur agar ibu ku tak curiga kalau aku habis merekam adegan bisa melupakan hal tadi, sekitar pukul 10 malam aku keluar lagi mencari ibu ku sekaligus mencari makan karena sebelumnya aku tak sempat makan, mana merekam ibu ku selingkuh. Saat di dapur, aku melihat pintu kamar ibu ku terbuka dan aku menemukan ibu ku duduk di meja rias dengan hanya mengenakan handuk di tubuhnya. Melihat tubuh ibu ku yang hanya berbalut handuk membuat kontol ku tegak berdiri dan ingin menyetubuhi ibu ku yg binal itu. Karena kebetulan pak Ari sedang keluar mencari makan, aku memutuskan untuk mengerjai ibu ku malam ini juga…hahaha…. Aku langsung saja masuk ke kamar ibu ku dan merangkulnya dari belakang dengan meremas payudara montoknya, sontak membuat ibu ku sangat kaget dengan kehadiran ku..Ibu ku ”Iiihhh…apa sih yang kamu lakukan sayang…keluar dari kamar ibu sekarang juga!!!”Aku ”Huusstt…gak ush marah-marah buuu…aku hanya ingin menikmati tubuh ibu yang montok ini”Ibu ku ”Stop hentikan…aku ini ibu kandung mu sendiri ingat…jangan kurang ajar kamu”Aku ”Udah deh meningan ibu sekarang diam dan menuruti perintah ku atau aku kasih tau ayah tentang perselingkuhan ibu dengan dan pak RT di ruang tamu tadi dan brondong sore tadi juga” ancam ku ke ibu ku yang mulai diam dan mulai ku ”Maaafin ibu mu ini sayang…tolong jangan kasih tahu ayah mu tentang kejadian tadi…, ibu mohon sama kamu ya sayang please jangan sampai ayah tau “ucap ibu ku memelas sambil menangis merangkul aku..Aku ”Iya buuu…,tenang aja aku gak akan kasih tahu ayah kog…asal ibu mau muasin nafsu ku seperti yang ibu lakukan pada pak Ari dan pak RT tadi…gimana?” kata ku sambil meremasi payudaramya di balik ku ”Tidak mungkin, Ann.. ibu gak mau…ibu gak mau di setubuhi sama kamu anak kandung ku sendiri…”Aku ”Ya udah kalau ibu gak mau, gampang aja, aku tinggal bilang ke ayah semua kelakuan ibu” balas ku sambil terus meremasi ku ”Ibu mohon sayang jangan lakukan itu, ibu bakal menuruti semua permintaan mu kecuali menyetubuhi ibu”Aku ”Terus kalau ibu gak mau, gimana donk dengan kontol ku yang sudah ngaceng ini” ucap ku sambil tangan ku meremas ku ”Iiiihhh, nakal banget sih tangannya…masa sih kamu horni sama ibu kandung mu sendiri?” tanya ibu ku ”Iya beneran buuu…kontol ku udah ngaceng dari tadi sewaktu ibu di entot sama pak Ari dan pak RT…nih lihat aja kalau gak percaya?” ucap ku sambil mengeluarkan kontol ku yang panjang dan besar dari balik celana boxer ku, seketika ibu ku kaget dengan ukuran kontol ku ” ibu ku diam melihat kontol ku…”Aku ”Bener kan buuuu…kontol ku udah ngaceng daritadi buuu?”Ibu ku ”Tapi sayang, kamu tidak boleh ngentot ibu karena kamu anak kandung ibu”Aku ”Terus gimana donk dengan nasib kontol ku ini yang udah pengen banget ngentot sama ibu” tanya ku sambil mendorongnya sampai mepet ke tembok dan mulai ku ciumi ku ”Aaahhh sayang…pokoknya kamu gak boleh ngentot sama ibu” kata ibu ku mendesah sambil mendorong tubuh ku ”Iya terus gimana nih sama kontol ku yang udah ngaceng dari tadi?”Ibu ku ”Gini aja sebagai gantinya gimana kalau ibu sepongin kontol mu sampai keluar dan kamu juga boleh menjamah seluruh tubuh ibu mu ini…gimana setuju gak sayang?” tanyanya sambil tangannya mulai mengocok kontol ”Ya udah gakpapa deh…yang penting kontol ku ini dapat kepuasan…nih buuu..” jawab ku sambil menarik paksa tubuh ibu ku untuk jongkok di depan kontol ku ”IIihhh…sabar donk sayang…kira-kira muat gak ya mulut ku nyepong kontolmu yang besar ini?” tanya ibu ku ”Udah buuu…gak usah banyak omong ayo cepet sepongin kontol ku” kata ku seraya menjambak rambutnya dan menjejalkan paksa kontol ku ke ku ”Slerrrppp….cloookk…cloook..cloook…”suara mulut ibu ku mulai mengoral kontol ”Ooohhh…nikmat banget ….sedot terus buuu…” lenguh ku menahan nikmat dan terus memaju mundurkan kepala ibu ”Sedot terus buuuu…dikit lagi Aan mau keluaaarrr…aaahhhh…” desah ku terus memaju mundurkan pantat ku dan tanganku meremasi payudara montoknya sampai sampai handuknya terlepas dari tubuhnya dan kini ibu ku dalam posisi bugil mengoral kontol ”Oohhh yeeessss…aku keluaaaaarrr….Crooot…crooot..crtooot…” jerit ku dengan menyemburkan sperma ku ke ku ”Sleerrrppp….banyak amat sich sayang sperma mu sampai belepotan nih mulut ibu mu ini” ucap ibu ku smbil menelan semua cairan sperma ku dan membersihkan sisa-sisa sperma ku di samping mulutnya menggunakan ”Maklum sudah 2 minggu aku menahan hasrat sex ku ini,, oya mulai sekarang sperma ku akan ku keluarkan setiap hari ke tubuh ibu ku yang super seksi ini ya?” kata ku sambil meremas payudaranya yang bebas ku ”Iiihhh…tanganya nakal banget deh…ya udah mulai sekarang kamu boleh ngeluarin sperma kamu ke tubuh ibu asal jangan menyetubuhi ibu mu sendiri” ucap ibu ku menggoda ku sambil berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Sedangkan aku keluar dari kamarnya dengan kepuasan.
Usiatidak lagi menjadi penghalang untuk orang yang ingin menikmati kepuasan seks, dan kepuasan seks bisa didapat baik dengan teman, tetangga ataupun Ibu RT> nah cerita tante girang kali ini adalah tentang seks dengan Ibu Rt yang seksi, sebagai ibu Rt yang mendampingi Pak rt, walau umur sudah cukup matang, penampilan tetap harus enak dilihat .
Usia tidak lagi menjadi penghalang untuk orang yang ingin menikmati kepuasan seks, dan kepuasan seks bisa didapat baik dengan teman, tetangga ataupun Ibu RT> nah cerita tante girang kali ini adalah tentang seks dengan Ibu Rt yang seksi, sebagai ibu Rt yang mendampingi Pak rt, walau umur sudah cukup matang, penampilan tetap harus enak dilihat. Usia Bu hartono sebenarnya tidak muda lagi bisa disebut ibu setengah baya. Mungkin menjelang 50 tahun. Sebab suaminya, Pak hartono yang menjabat Ketua RT di kampungku, sebentar lagi memasuki masa pensiun. Aku mengetahui itu karena hubunganku dengan keluarga Pak hartono cukup dekat. Maklum sebagai tenaga muda aku sering diminta Pak hartono untuk membantu berbagai urusan yang berkaitan dengan kegiatan RT. Namun berbeda dengan suaminya yang sering sakit-sakitan, sosok istrinya wanita beranak yang kini menetap di luar Jawa mengikuti tugas sang suami itu, jauh berkebalikan. Kendati usianya hampir memasuki kepala lima, Bu Har begitu biasanya aku dan warga lain memanggil sebagai wanita belum kehilangan daya tariknya. Memang beberapa kerutan mulai nampak di wajahnya. Tetapi buah dadanya, pinggul dan pantatnya, sungguh masih mengundang pesona. Aku dapat mengatakan ini karena belakangan terlibat perselingkuhan panjang dengan wanita berpostur tinggi besar tersebut. Kisahnya berawal ketika Pak hartono mendadak menderita sakit cukup serius. Ia masuk rumah sakit dalam keadaan koma dan bahkan berhari-hari harus berada di ruang ICU Intensive Care Unit sebuah RS pemerintah di kotaku. Karena ia tidak memiliki anggota keluarga yang lain sementara putri satu-satunya berada di luar Jawa, aku diminta Bu Har untuk membantu menemaninya selama suaminya berada di RS menjalani perawatan. Dan aku tidak bisa menolak karena memang masih menganggur setamat SMA setahun lalu. “Kami bapak-bapak di lingkungan RT memita Mas Rido mau membantu sepenuhnya keluarga Pak hartono yang sedang tertimpa musibah. Khususnya untuk membantu dan menemani Bu Har selama di rumah sakit. Mau kan Mas Rido,?” Begitu kata beberapa anggota arisan bapak-bapak kepadaku saat menengok ke rumah sakit. Bahkan Pak Nandang, seorang warga yang dikenal dermawan secara diam-diam menyelipkan uang Rp 100 ribu di kantong celanaku yang katanya untuk membeli rokok agar tidak menyusahkan Bu Har. Dan aku tidak bisa menolak karena memang Bu Har sendiri telah memintaku untuk menemaninya. Hari-hari pertama mendampingi Bu Har merawat suaminya di RS aku dibuat sibuk. Harus mondar-mandir menebus obat atau membeli berbagai keperluan lain yang dibutuhkan. bahkan kulihat wanita itu tak sempat mandi dan sangat kelelahan. Mungkin karena tegang suaminya tak kunjung siuman dari kondisi komanya. Menurut dokter yang memeriksa, kondisi Pak hartono yang memburuk diduga akibat penyakit radang lambung akut yang diderita. Maka akibat komplikasi dengan penyakit diabetis yang diidapnya cukup lama, daya tahan tubuhnya menjadi melemah. Menyadari penyakit yang diderita tersebut, yang kata dokter proses penyembuhannya dapat memakan waktu cukup lama, berkali-kali aku meminta Bu Har untuk bersabar. “Sudahlah bu, ibu pulang dulu untuk mandi atau beristirahat. Sudah dua hari saya lihat ibu tidak sempat mandi. Biar saya yang di sini menunggui Pak Har,” kataku menenangkan. Saranku rupanya mengena dan diterima. Maka siang itu, ketika serombongan temannya dari tempatnya mengajar di sebuah SLTP membesuk oh ya Bu Har berprofesi sebagai guru sedang Pak Har karyawan sebuah instansi pemerintah, ia meminta para pembesuk untuk menunggui suaminya. “Saya mau pulang dulu sebentar untuk mandi diantar Nak Rido. Sudah dua hari saya tidak sempat mandi,” katanya kepada rekan-rekannya. Dengan sepeda motor milik Pak Har yang sengaja dibawa untuk memudahkan aku kemana-mana saat diminta tolong oleh keluarga itu, aku pulang memboncengkan Bu Har. Tetapi di perjalanan dadaku sempat berdesir. Gara-gara mengerem mendadak motor yang kukendarai karena nyaris menabrak becak, tubuh wanita yang kubonceng tertolak ke depan. Akibatnya di samping pahaku tercengkeram tangan Bu Har yang terkaget akibat kejadian tak terduga itu, punggungku terasa tertumbuk benda empuk. Tertumbuk buah dadanya yang kuyakini ukurannya cukup besar. Ah, pikiran nakalku jadi mulai liar. Sambil berkonsentrasi dengan sepeda motor yang kukendarai, pikiranku berkelana dan mengkira-kira membayangkan seberapa besar buah dada milik wanita yang memboncengku. Pikiran kotor yang semestinya tidak boleh timbul mengingat suaminya adalah seorang yang kuhormati sebagai Ketua RT di kampungku. Pikiran nyeleneh itu muncul, mungkin karena aku memang sudah tidak perjaka lagi. Aku pernah berhubungan seks dengan seorang WTS kendati hanya satu kali. Hal itu dilakukan dengan beberapa teman SMA saat usai pengumuman hasil Ebtanas. Setelah mengantar Bu Har ke rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahku, aku pamit pulang mengambil sarung dan baju untuk ganti. “Jangan lama-lama nak Rido, ibu cuma sebentar kok mandinya. Lagian kasihan teman-teman ibu yang menunggu di rumah sakit,” katanya. Dan sesuai yang dipesannya, aku segera kembali ke rumah Pak Har setelah mengambil sarung dan baju. Langsung masuk ke ruang dalam rumah Pak Har. Ternyata, di meja makan telah tersedia segelas kopi panas dan beberapa potong kue di piring kecil. Dan mengetahui aku yang datang, terdengar suara Bu Har menyuruhku untuk menikmati hidangan yang disediakan. “Maaf Nak Rido, ibu masih mandi. Sebentar lagi selesai,” suaranya terdengar dari kamar mandi di bagian belakang. Tidak terlalu lama menunggu, Ia keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ke kamarnya lewat di dekat ruang makan tempatku minum kopi dan makan kue. Saat itu ia hanya melilitkan handuk yang berukuran tidak terlalu besar untuk menutupi tubuhnya yang basah. Tak urung, kendati sepintas, aku sempat disuguhi pemandangan yang mendebarkan. Betapa tidak, karena handuk mandinya tak cukup besar dan lebar, maka tidak cukup sempurna untuk dapat menutupi ketelanjangan tubuhnya. Ah,.. benar seperti dugaanku, buah dada Bu Har memang berukuran besar. Bahkan terlihat nyaris memberontak keluar dari handuk yang melilitnya. Bu Har nampaknya mengikat sekuatnya belitan handuk yang dikenakanannya tepat di bagian dadanya. Sementara di bagian bawah, karena handuk hanya mampu menutup persis di bawah pangkal paha, kaki panjang wanita itu sampai ke pangkalnya sempat menarik tatap mataku. Bahkan ketika ia hendak masuk ke kamarnya, dari bagian belakang terlihat mengintip buah pantatnya. Pantat besar itu bergoyang-goyang dan sangat mengundang saat ia melangkah. Dan ah, .. yang tak kalah syur, ia tidak mengenakan celana dalam. Bicara ukuran buah dadanya, mungkin untuk membungkusnya diperlukan Bra ukuran 38 atau lebih. Sebagai wanita yang telah berumur, pinggangnya memang tidak seramping gadis remaja. Tetapi pinggulnya yang membesar sampai ke pantatnya terlihat membentuk lekukan menawan dan sedap dipandang. Apalagi kaki belalang dengan paha putih mulus miliknya itu, sungguh masih menyimpan magnit. Maka degup jantungku menjadi kian kencang terpacu melihat bagian-bagian indah milik Bu Har. Sayang cuma sekilas, begitu aku membatin. Tetapi ternyata tidak. Kesempatan kembali terulang. Belum hilang debaran dadaku, ia kembali keluar dari kamar dan masih belum mengganti handuknya dengan pakaian. Tanpa mempedulikan aku yang tengah duduk terbengong, ia berjalan mendekati almari di dekat tempatku duduk. Di sana ia mengambil beberapa barang yang diperlukan. Bahkan beberapa kali ia harus membungkukkan badan karena sulitnya barang yang dicari seperti ia sengaja melakukan hal ini. Tak urung, kembali aku disuguhi tontonan yang tak kalah mendebarkan. Dalam jarak yang cukup dekat, saat ia membungkuk, terlihat jelas mulusnya sepasang paha Bu Har sampai ke pangkalnya. Paha yang sempurna, putih mulus dan tampak masih kencang. Dan ketika ia membungkuk cukup lama, pantat besarnya jadi sasaran tatap mataku. Kemaluannya juga terlihat sedikit mengintip dari celah pangkal pahanya. Perasaanku menjadi tidak karuan dan badanku terasa panas dingin dibuatnya. Apakah Bu Har menganggap aku masih pemuda ingusan? Hingga ia tidak merasa canggung berpakaian seronok di hadapanku? Atau ia menganggap dirinya sudah terlalu tua hingga mengira bagian-bagian tubuhnya tidak lagi mengundang gairah seorang laki-laki apalagi laki-laki muda sepertiku? Atau malah ia sengaja memamerkannya agar gairahku terpancing? Pertanyaan-pertanyaan itu serasa berkecamuk dalam hatiku. Bahkan terus berlanjut ketika kami kembali berboncengan menuju rumah sakit. Dan yang pasti, sejak saat itu perhatianku kepada Bu Har berubah total. Aku menjadi sering mencuri-curi pandang untuk dapat menatapi bagian-bagian tubuhnya yang kuanggap masih aduhai. Apalagi setelah mandi dan berganti pakaian, kulihat ia mengenakan celana dan kaos lengan panjang ketat yang seperti hendak mencetak tubuhnya. Gairahku jadi kian terbakar kendati tetap kupendam dalam-dalam. Dan perubahan yang lain, aku sering mengajaknya berbincang tentang apa saja di samping selalu sigap mengerjakan setiap ia membutuhkan bantuan. Hingga hubungan kami semakin akrab dari waktu ke waktu. Sampai suatu malam, memasuki hari kelima kami berada di rumah sakit, saat itu hujan terus mengguyur sejak sore hari. Maka orang-orang yang menunggui pasien yang dirawat di ruang ICU, sejak sore telah mengkapling-kapling teras luar bangunan ICU. Maklum, di malam hari penunggu tidak boleh memasuki bagian dalam ruang ICU. Dan pasien biasanya memanfaatkan teras yang ada untuk tiduran atau duduk mengobrol. Dan malam itu, karena guyuran hujan, lahan untuk tidur jadi menyempit karena pada beberapa bagian tempias oleh air hujan. Sementara aku dan Bu Har yang baru mencari kapling setelah makan malam di kantin, menjadi tidak kebagian tempat. Setelah mencari cukup lama, akhirnya aku mengusulkan untuk menggelar tikar dan karpet di dekat bangunan kamar mayat. Aku mengusulkan itu karena jaraknya masih cukup dekat dengan ruang ICU dan itu satu-satunya tempat yang memungkinkan untuk berteduh kendati cukup gelap karena tidak ada penerangan di sana. Awalnya Bu Har menolak, karena posisinya di dekat kamar mayat. Namun akhirnya ia menyerah setelah mengetahui tidak ada tempat yang lain dan aku menyatakan siap berjaga sepanjang malam. “Janji ya Rid setelah cukup akrab Bu Har tidak mengembel-embeli sebutan Nak di depan nama panggilanku, kamu harus bangunkan ibu kalau mau kencing atau beli rokok. Soalnya ibu takut ditinggal sendirian,” katanya. “Wah, persediaan rokokku lebih dari cukup kok bu. Jadi tidak perlu kemana-mana lagi,” jawabku. Nyaman juga ternyata menempati kapling dekat kamar mayat. Bisa terbebas dari lalu-lalang orang hingga bisa beristirahat cukup tenang. Dan kendati gelap tanpa penerangan, bisa terbebas dari cipratan air hujan karena tempat kami menggelar tikar dan karpet terlindung oleh tembok setinggi sekitar setengah meter. Sambil tiduran agak merapat karena sempitnya ruang yang ada, Bu Har mengajakku ngobrol tentang banyak hal. Dari soal kerinduannya pada Dewi, anaknya yang hanya bisa pulang setahun sekali saat lebaran sampai ke soal penyakit yang diderita Pak hartono. Menurut Bu Har penyakit diabetis itu diderita suaminya sejak delapan tahun lalu. Dan karena penyakit itulah penyakit radang lambung yang datang belakangan menjadi sulit disembuhkan. “Katanya penyakit diabetes bisa menjadikan laki-laki jadi impotensi ya Bu?” “Kata siapa, Rid?” “Eh,.. anu, kata artikel di sebuah koran,” jawabku agak tergagap. Aku merasa tidak enak berkomentar seperti itu terhadap penyakit yang diderita suami Bu Har. “Rupanya kamu gemar membaca ya. Benar kok itu, makanya penyakit kencing manis di samping menyiksa suami yang mengidapnya juga berpengaruh pada istrinya. Untung ibu sudah tua,” ujarnya lirih. Merasa tidak enak topik perbincangan itu dapat membangkitkan kesedihan Bu Har, akhirnya aku memilih diam. Dan aku yang tadinya tiduran dalam posisi telentang, setelah rokok yang kuhisap kubuang, mengubah posisi tidur memunggungi wanita itu. Sebab kendati sangat senang bersentuhan tubuh dengan wanita itu, aku tidak mau dianggap kurang ajar. Sebab aku tidak tahu secara pasti jalan pikiran Bu Har yang sebenarnya. Tetapi baru saja aku mengubah posisi tidur, tangan Bu Har terasa mencolek pinggangku. “Tidurmu jangan memunggungi begitu. Menghadap ke sini, ibu takut,” katanya lirih. Aku kembali ke posisi semula, tidur telentang. Namun karena posisi tidur Bu Har kelewat merapat, maka saat berbalik posisi tanpa sengaja lenganku menyenggol buah dada wanita itu. Memang belum menyentuh secara langsung karena ia mengenakan daster dan selimut yang menutupi tubuhnya. Malangnya, Bu Har bukannya menjauh atau merenggangkan tubuh, tetapi malah semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Seperti anak kecil yang ketakutan saat tidur dan mencari perasaan aman pada ibunya. Akhirnya, dengan keberanian yang kupaksakan – karena ku yakin saat itu Bu Har belum pulas tertidur – aku mulai mencoba-coba. Seperti yang dimauinya, aku mengubah kembali posisi tidur miring menghadapinya. Jadilah sebagian besar tubuhku merapat ketat ke tubuhnya hingga terasa kehangatan mulai menjalari tubuhku. Sampai di situ aku berbuat seolah-olah telah mulai lelap tertidur sambil menunggu reaksinya. Reaksinya, Bu Har terbangkit dan menarik selimut yang dikenakannya. Selimut besar dan tebal itu ditariknya untuk dibentangkan sekaligus menutupi tubuhku. Jadilah tubuh kami makin berhimpitan di bawah satu selimut. Akhirnya, ketika aku nekad meremas telapak tangannya dan ia membalas dengan remasan lembut, aku jadi mulai berani beraksi lebih jauh. Kumulai dengan menjalari pahanya dari luar daster yang dikenakannya dengan telapak tanganku. Ia menggelinjang, tetapi tidak menolakkan tanganku yang mulai nakal itu. Malah posisi kakinya mulai direnggangkan yang memudahkanku menarik ke atas bagian bawah dasternya. Baru ketika usapan tanganku mulai menjelajah langsung pada kedua pahanya, kuketahui secara pasti ia tidak menolaknya. Tanganku malah dibimbingnya untuk menyentuh kemaluannya yang masih tertutup celana dalam. Seperti keinginanku dan juga keinginannya, telapak tanganku mulai menyentuh dan mengusap bagian membusung yang ada di selangkangan wanita itu. Ia mendesah lirih saat usapan tanganku cukup lama bermain di sana. Juga saat tanganku yang lain mulai meremasi buah dadanya dari bagian luar Bra dan dasternya. Sampai akhirnya, ketika tanganku yang beroperasi di bagian bawah telah berhasil menyelinap ke bagian samping celana dalam dan berhasil mencolek-colek celah kemaluannya yang banyak ditumbuhi rambut, dia dengan suka rela memereteli sendiri kancing bagian depan dasternya. Lalu seperti wanita yang hendak menyusui bayinya, dikeluarkannya payudaranya dari Bra yang membungkusnya. Layaknya bayi yang tengah kelaparan mulutku segera menyerbu puting susu sebelah kiri milik Bu Har. Kujilat-jilat dan kukulum pentilnya yang terasa mencuat dan mengeras di mulutku. Bahkan karena gemas, sesekali kubenamkan wajahku ke kedua payudara wanita itu. Payudara berukuran besar dan agak mengendur namun masih menyisakan kehangatan. Sementara Ia sendiri, sambil terus mendesis dan melenguh nikmat oleh segala gerakan yang kulakukan, mulai asyik dengan mainannya. Setelah berhasil menyelinap ke balik celana pendek yang kukenakan, tangannya mulai meremas dan meremas penisku yang memang telah mengeras. Kata teman-temanku, senjataku tergolong long size, hingga Ia nampak keasyikkan dengan temuannya itu. Tetapi ketika aku hendak menarik celana dalamnya, tubuhnya terasa menyentak dan kedua pahanya dirapatkan mencoba menghalangi maksudku. “Mau apa Rid,.. jangan di sini ah nanti ketahuan orang,” katanya lirih. “Ah, tidak apa-apa gelap kok. Orang-orang juga sudah pada tidur dan tidak bakalan kedengaran karena hujannya makin besar.” Hujan saat itu memang semakin karena mempercayai omonganku. Atau karena nafsunya yang juga sudah memuncak terbukti dengan semakin membanjirnya cairan di lubang kemaluannya, ia mau saja ketika celananya kutarik ke bawah. Bahkan ia menarik celana dalamnya ketika aku kesulitan melakukannya. Ia juga membantu membuka dan menarik celana pendek dan celana dalam yang kukenakan. Akhirnya, dengan hanya menyingkap daster yang dikenakannya aku mulai menindih tubuhnya yang berposisi mengangkang. Karena dilakukan di dalam gelap dan tetap dibalik selimut tebal yang kupakai bersama untuk menutupi tubuh, awalnya cukup sulit untuk mengarahkan penisku ke lubang kenikmatannya. Namun berkat bimbingan tangan lembutnya, ujung penisku mulai menemukan wilayah yang telah membasah. Slep penis besarku berhasil menerobos dengan mudah liang sanggamanya. Aku mulai menggoyang dan memaju-mundurkan senjataku dengan menaik-turunkan pantatku. Basah dan hangat terasa setiap penisku membenam di vaginanya. Sementara sambil terus meremasi kedua buah dadanya secara bergantian, sesekali bibirnya kulumat. Maka ia pun melenguh tertahan, melenguh dan mengerang tertahan. Ah, dugaanku memang tidak meleset tubuhnya memang masih menjanjikan kehangatan. Kehangatan yang prima khas dimiliki wanita berpengalaman. Dihujam bertubi-tubi oleh ketegangan penisku di bagian kewanitannya, Ia mulai mengimbangi aksiku. Pantat besar besarnya mulai digerakkan memutar mengikuti gerakan naik turun tubuhku di bagian bawah. Memutar dan terus memutar dengan gerak dan goyang pinggul yang terarah. Hal itu menjadikan penisku yang terbenam di dalam vaginanya serasa diremas. Remasan nikmat yang melambungkan jauh anganku entah kemana. Bahkan sesekali otot-otot yang ada di dalam vaginanya seolah menjepit dan mengejang. “Ah,.. ah.. enak sekali. Terus, ah.. ah,” “Aku juga enak Rid, uh.. uh.. uh. Sudah lama sekali tidak merasakan seperti ini. Apalagi punyamu keras dan penjang. Auh,.. ah.. ah,” Sampai akhirnya, aku menjadi tidak tahan oleh goyangan dan remasan vaginanya yang kian membanjir. Nafsuku kian naik ke ubun-ubun dan seolah mau meledak. Gerakan bagian bawah tubuhku kian kencang mencolok dan mengocok vaginanya dengan penisku. “Aku tidak tahan, ah.. ah.. Sepertinya mau keluar, shh, ah, .. ah,” “Aku juga Rid, terus goyang, ya .. ya,.. ah,” Setelah mengelojot dan memuntahkan segala yang tak dapat kubendungnya, aku akhirnya ambruk di atas tubuh wanita itu. Maniku cukup banyak menyembur di dalam lubang kenikmatannya. Begitupun Ia, setelah kontraksi otot-otot yang sangat kencang, ia meluapkan ekspresi puncaknya dengan mendekap erat tubuhku. Dan bahkan kurasakan punggungku sempat tercakar oleh kuku-kukunya. Cukup lama kami terdiam setelah pertarungan panjang yang melelahkan. “Semestinya kita tidak boleh melakukan itu ya Rid. Apalagi bapak lagi sakit dan tengah dirawat,” kata Ia sambil masih tiduran di dekatku. Aku mengira ia menyesal dengan peristiwa yang baru terjadi itu. “Ya Maaf,.. soalnya tadi,..” “Tetapi tidak apa-apa kok. Saya juga sudah lama ingin menikmati yang seperti itu. Soalnya sejak 5 tahun lebih Pak Har terkena diabetis, ia menjadi sangat jarang memenuhi kewajibannya. Bahkan sudah dua tahun ini kelelakiannya sudah tidak berfungsi lagi. Cuma, kalau suatu saat ingin melakukannya lagi, kita harus hati-hati. Jangan sampai ada yang tahu dan menimbulkan aib diantara kita,” ujarnya lirih. Plong, betapa lega hatiku saat itu. Ia tidak marah dan menyesal dengan yang baru saja terjadi. Dan yang membuatku senang, aku dapat melampiaskan hasrat terpendamku kepadanya. Kendati aku merasa belum puas karena semuanya dilakukan di kegelapan hingga keinginanku melihat ketelanjangan tubuhnya belum kesampaian. Dan seperti yang dipesankannya, aku berusaha mencoba bersikap sewajar mungkin saat berada diantara orang-orang. Seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang luar biasa diantara kami. Kendati aku sering harus menekan keinginan yang menggelegak akibat darah mudaku yang gampang panas saat berdekatan dengannya. Dan sejak itu lokasi teras di belakang kamar mayat menjadi saksi sekitar tiga kali hubungan sumbang kami. Hubungan sumbang yang terpaksa kuhentikan seiring kedatangan Bu Hartini, adik Pak hartono yang bermaksud menengok kondisi sakit kakaknya. Hanya terus terang, sejak kehadirannya ada perasaan kurang senang pada diriku. Sebab sejak Ia ada yang menemani merawat suaminya di rumah sakit, kendati aku tetap diminta untuk membantu mereka dan selalu berada di rumah sakit, aku tidak lagi dapat menyalurkan hasrat seksualku. Hanya sesekali kami pernah nekad menyalurkannya di kamar mandi ketika hasrat yang ada tak dapat ditahan. Itu pun secara kucing-kucingan dengan Bu Tini dan segalanya dilaksanakan secara tergesa-gesa hingga tetap tidak memuaskan kami berdua. Sampai suatu ketika, saat Pak Har telah siuman dan perawatannya telah dialihkan ke bangsal perawatan yang terpisah, Bu Tini menyarankan kepada Ia untuk tidur di rumah. “Kamu sudah beberapa hari kurang tidur Mbak, kelihatannya sangat kelelahan. Coba kamu kalau malam tidur barang satu dua hari di rumah hingga istirahat yang cukup dan tidak jatuh sakit. Nanti kalau kedua-duanya sakit malah merepotkan. Biar yang nunggu Mas Har kalau malam aku saja diteman Dik Rido kalau mau” ujarnya. Ia setuju dengan saran adik iparnya. Ia memutuskan untuk tidur di rumah malam itu. Maka hatiku bersorak karena terbuka peluang untuk menyetubuhinya di rumah. Tetapi bagaimana caranya pamit pada Bu Tini? Kalau aku ikut-ikutan pulang untuk tidur di rumah apa tidak mengundang kecurigaan? Aku jadi berpikir keras untuk menemukan jalan keluar. Dan baru merasa plong setelah muncul selintas gagasan di benakku. Sekitar pukul malam, lewat telepon umum kutelepon rumahnya. Wanita itu masih terjaga dan menurut pengakuannya tengah menonton televisi. Maka nekad saja kusampaikan niatku kepadanya. Dan ternyata ia memberi sambutan cukup baik. “Kamu nanti memberi tanda kalau sudah ada di dekat kamar ibu ya. Nanti pintu belakang ibu bukakan. Dan sepeda motornya di tinggal saja di rumah sakit biar tidak kedengaran tetangga. Kamu bisa naik becak untuk pulang,” katanya berpesan lewat telepon. Untuk tidak mengundang kecurigaan, sekitar pukul aku masuk ke bangsal tempat Pak Har dirawat menemani Bu Tini. Namun setengah jam sesudahnya, aku pamit keluar untuk nongkrong bersama para Satpam rumah sakit seperti yang biasa kulakukan setelah kedatangan Bu Tini. Di depan rumah sakit aku langsung meminta seorang abang becak mengantarku ke kampungku yang berjarak tak lebih dari satu kilometer. Segalanya berjalan sesuai rencana. Setelah kuketuk tiga kali pintu kamarnya, kudengar suara Ia berdehem. Dan dari pintu belakang rumah yang dibukakannya secara pelan-pelan aku langsung menyelinap masuk menuju ruang tengah rumah tersebut. Rupanya, bertemu di tempat terang membuat kami sama-sama kikuk. Sebab selama ini kami selalu berhubungan di tempat gelap di teras kamar mayat. Maka aku hanya berdiri mematung, sedang Ia duduk sambil melihat televisi yang masih dinyalakannya. Cukup lama kami tidak saling bicara sampai akhirnya Ia menarik tanganku untuk duduk di sofa di sampingnya. Setelah keberanianku mulai bangkit, aku mulai berani menatapi wanita yang duduk di sampingku. Ia ternyata telah siap tempur. Terbukti dari daster tipis menerawang yang dikenakannya, kulihat ia tidak mengenakan Bra di baliknya. Maka kulihat jelas payudaranya yang membusung. Hanya, ketika tanganku mulai bergerilya menyelusuri pangkal paha dan meremasi buah dadanya ia menolak halus. “Jangan di sini Rid, kita ke kamar saja biar leluasa,” katanya lirih. Ketika kami telah sama-sama naik ke atas ranjang besar di kamar yang biasa digunakan oleh suami dan dia, aku langsung menerkamnya. Semula Ia memintaku mematikan dulu saklar lampu yang ada di kamar itu, tetapi aku menolaknya. “Saya ingin melihat semua milikmu,” kataku “Tetapi aku malu Rid. Soalnya aku sudah tua,.” Persetan dengan usia, dimataku, Ia masih menyimpan magnit yang mampu menggelegakkan darah mudaku. Sesaat aku terpaku ketika wanita itu telah melolosi dasternya. Dua buah gunung kembarnya yang membusung nampak telah menggantung. Tetapi tidak kehilangan daya pikatnya. Buah dada yang putih mulus dan berukuran cukup besar itu diujungnya terlihat kedua pentilnya yang berwarna kecoklatan. Indah dan sangat menantang untuk diremas. Maka setelah aku melolosi sendiri seluruh pakaian yang kukenakan, langsung kutubruk wanita yang telah tiduran dalam posisi menelentang. Kedua payudaranya kujadikan sasaran remasan kedua tanganku. Kukulum, kujilat dan kukenyot secara bergantian susu-susunya yang besar menantang. Kesempatan melihat dari dekat keindahan buah dadanya membuat aku seolah kesetanan. Dan Ia, wanita berhidung bangir dengan rambut sepundak itu menggelepar. Tangannya meremas-remas rambut kepalaku mencoba menahan nikmat atas perbuatan yang tengah kulakukan. Dari kedua gunung kembarnya, setelah beberapa saat bermain di sana, dengan terus menjulurkan lidah dan menjilat seluruh tubuhnya kuturunkan perhatianku ke bagian perut dan di bawah pusarnya. Hingga ketika lidahku terhalang oleh celana dalam yang masih dikenakannya, aku langsung memelorotkannya. Ah, vaginanya juga tak kalah indah dengan buah dadanya. Kemaluan yang besar membusung dan banyak ditumbuhi rambut hitam lebat itu, ketika kakinya dikuakkan tampak bagian dalamnya yang memerah. Bibir vaginanya memang nampak kecoklatan yang sekaligus menandakan bahwa sebelumnya telah sering diterobos kemaluan suaminya. Tetapi bibir kemaluan itu belum begitu menggelambir. Dan kelentitnya, yang ada di ujung atas, uh,.. mencuat menantang sebesar biji jagung. Tak tahan cuma memelototi lubang kenikmatan wanita itu, mulailah mulutku yang bicara. Awalnya mencoba membaui dengan hidungku. Ah, ada bau yang meruap asing di hidungku. Segar dan membuatku tambah terangsang. Dan ketika lidahku mulai kumainkan dengan menjilat-jilat pelan di seputar bibir vaginanya besar itu, Ia tampak gelisah dan menggoyang-goyang kegelian. “Ih,.. jangan diciumi dan dijilat begitu Rid. Malu ah, tapi, ah..ah.. ah,” Tetapi ia malah menggoyangkan bagian bawah tubuhnya saat mulutku mencerucupi liang nikmatnya. Goyangannya kian kencang dan terus mengencang. Sampai akhirnya diremasnya kepalaku ditekannya kuat-kuat ke bagian tengah selangkannya saat kelentitnya kujilat dan kugigit kecil. Rupanya ia telah mendapatkan orgasme hingga tubuhnya terasa mengejang dan pinggulnya menyentak ke atas. “Seumur hidup baru kali ini vaginaku dijilat-jilat begitu Rid, jadinya cepat kalah. Sekarang gantian deh Aku mainkan punyamu,” ujarnya setelah sebentar mengatur nafasnya yang memburu. Aku dimintanya telentang, sedang kepala dia berada di bagian bawah tubuhku. Sesaat, mulai kurasakan kepala penisku dijilat lidah basah milik wanita itu. Bahkan ia mencerucupi sedikit air maniku yang telah keluar akibat nafsu yang kubendung. Terasa ada senasi tersendiri oleh permainan lidahnya itu dan aku menggelinjang oleh permainan wanita itu. Namun sebagai anak muda, aku merasa kurang puas dengan hanya bersikap pasif. Terlebih aku juga ingin meremas pantat besarnya yang montok dan seksi. Hingga aku menarik tubuh bagian bawahnya untuk ditempatkan di atas kepalaku. Pola persetubuhan yang kata orang disebut sebagai permainan 69. Kembali vaginanya yang berada tepat di atas wajahku langsung menjadi sasaran gerilya mulutku. Sementara pantat besarnya kuremas-remas dengan gemas. Tidak hanya itu jilatan lidahku tidak berhenti hanya bermain di seputar kemaluannya. Tetapi terus ke atas dan sampai ke lubang duburnya. Rupanya ia telah membersihkannya dengan sabun baik di kemaluannya maupun di anusnya. Maka tak sedikit pun meruap bau kotoran di sana dan membuatku kian bernafsu untuk menjilat dan mencoloknya dengan ujung lidahku. Tindakan nekadku rupanya membuat nafsunya kembali naik ke ubun-ubun. Maka setelah ia memaksaku menghentikan permainan 69, ia langsung mengubah posisi dengan telentang mengangkang. Dan aku tahu pasti wanita itu telah menagih untuk disetubuhi. Ia mulai mengerang ketika batang besar dan panjang milikku mulai menerobos gua kenikmatannya yang basah. Hanya karena kami sama-sama telah memuncak nafsu syahwatnya, tak lebih dari 10 menit saling genjot dan menggoyang dilakukan, kami telah sama-sama terkapar. Ambruk di kasur empuk ranjang kenikmatannya. Ranjang yang semestinya tabu untuk kutiduri bersama wanita itu. Malam itu, aku dan dia melakukan persetubuhan lebih dari tiga kali. Termasuk di kamar mandi yang dilakukan sambil berdiri. Dan ketika aku memintanya kembali yang keempat kali, ia menolaknya halus. “Tubuh ibu cape sekali Rid, mungkin sudah terlalu tua hingga tidak dapat mengimbangi orang muda sepertimu. Dan lagi ini sudah mulai pagi, kamu harus kembali ke rumah sakit agar Bu Tini tidak curiga,” katanya. Aku sempat mencium dan meremas pantatnya saat Ia hendak menutup pintu belakang rumah mengantarku keluar. Ah,.. indah dan nikmat rasanya. Usia Pak Har ternyata tidak cukup panjang. Selama sebulan lebih dirawat di rumah sakit, ia akhirnya meninggal setelah sebelumnya sempat dibawa RS yang lebih besar di Semarang. Di Semarang, aku pun ikut menunggui bersamanya serta Bu Tini selama seminggu. Juga ada Mbak Dewi dan suaminya yang menyempatkan diri untuk menengok. Hingga hubunganku dengan keluarga itu menjadi kian akrab. Namun, hubungan sumbangku dengannya terus berlanjut hingga kini. Bahkan kami pernah nekad bersetubuh di belakang rumah keluarga itu, karena kami sama-sama horny sementara di ruang tengah banyak sanak famili dari keluarganya yang menginap. Entah kapan aku akan menghentikannya, mungkin setelah gairahnya telah benar-benar padam. Sekian cerita tante kali ini. Makassar Kreatif akan selalu update tentang cerita cerita seks yang lebih hangat dan tentu menghibur anda. Selamat menikmati. ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
lWg0qEz. 134 361 339 145 315 424 194 247 309
cerita hot ibu rt